Saterdag 06 April 2013

Kawista ... Minuman khas rembang


 Trubus-Gelembung-gelembung kecil segera muncul saat minuman berwarna cokelat bening itu dituang ke gelas. Sensasi rasa yang menggigit di lidah, langsung tercecap waktu ia masuk ke rongga mulut.  Bukan, minuman itu bukan kola berkarbonasi. Itu sirup kawista asal Rembang, Jawa Tengah.
Sirup itu Trubus nikmati di siang hari yang panas pada akhir Mei 2010 di kediaman Imam Tohari. Segarnya segelas sirup kawista yang dicampur es batu melenyapkan dahaga seketika. Sensasi yang terasa menggigit di lidah berlanjut ke tenggorokan. Lalu beberapa detik kemudian terasa ada gas menelusup ke hidung. Sensasi itu mirip saat meneguk minuman kola berkarbonasi.


Sirup dari buah kawista Limonia acidissima memang serupa dengan  minuman asal buah kola Cola nitida. Bedanya kola berkarbonasi diolah dari buah kola yang banyak tumbuh di daratan Afrika. Kawista tumbuh di tanah air, terutama Pulau Jawa. Pantas sirup kawista kerap dijuluki java cola, atau cola van Java  alias kola dari Jawa. ‘Rasa menggigit pada minuman kola dan kawista  kemungkinan muncul dari senyawa berbentuk kristal yang berubah menjadi gas CO2 saat diolah,’ kata Dr Ir Raffi Paramawati, ahli teknologi pangan dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong, Tangerang, Banten.

Awet setahun
Kristal itu  berupa senyawa komplek yang sifatnya menyerupai asam karbonat sehingga menyebabkan munculnya gelembung udara saat minuman dituang.  Sayangnya, minuman kola asli sudah jarang dijumpai di pasaran. Kebanyakan minuman kola yang beredar menggunakan perisa kola sintetis dan sudah melalui proses karbonasi di pabrik. ‘Proses karbonasi dilakukan dengan melarutkan gas CO2 ke dalam air sehingga membentuk asam karbonat H2CO3 atau soda,’ tutur Dr Ir Sri Widowati MappSc, dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor, Jawa Barat.
Dengan begitu minuman rasa kola bisa diproduksi massal sehingga mudah dijumpai di pasaran. Itu berbeda dengan sirup kawista yang hanya banyak dijumpai di Rembang. Rembang memang sohor sebagai sentra kawista sejak puluhan tahun lalu. Pohon berumur puluhan tahun tumbuh di pekarangan penduduk di Kecamatan Lasem, Sumberejo, dan Paciran. ‘Diperkirakan saat ini ada 1.000 pohon kawista tersebar di Rembang,’ tutur Suratmin, sekretaris Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Rembang. Kerabat jeruk itu panen raya pada Februari – April.

Kawista itu berbeda dengan kawista Feronia lucida yang biasa digunakan untuk bakalan bonsai. Masyarakat menyebutnya kawista kerikil karena buahnya hanya sebesar kerikil. Sedangkan buah kawista Limonia acidissima disebut kawista batu.

Penduduk Rembang kerap mengkonsumsi buah segarnya dengan taburan gula. Cara lain diolah menjadi sirup sehingga awet. Minuman khas itu dibuat dengan merebus daging buah kawista bersama air. Air rebusan disaring dengan kain halus agar sari buah dan seratnya terpisah. Kemudian sari buah diendapkan selama 24 jam dalam wadah tertutup.

Setelah mengendap, air di lapisan atas dipisahkan dari endapan dan ditambah pengental. Setelah didiamkan selama 12 jam, air sari itu direbus sekaligus ditambahkan gula pasir. Perbandingannya 1 liter sari kawista : 700 g gula. Setelah mendidih, sari kawista disaring kembali dan dimasukkan ke dalam botol.  ‘Agar awet selama setahun, bisa ditambahkan pengawet makanan natrium benzoat sebanyak 1 sendok teh untuk 1 liter sirup,’ kata Imam Tohari, produsen sirup kawista.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking