Sondag 07 April 2013

Shop-shop Cindera Mata rembang

Batik Tulis Lasem

Batik Lasem

Kain BAtik Tulis Lasem Pagi Sore Sekar Biru Manis 

Rp 1.375.000,00 


small_lasem-pagi-sore-bunga-biru1.jpg 

Kain Batik Tulis Lasem Motif Sisik Bunga Hijau


Harga: Rp. 575.000,00

Wira - Wiri Wisata

Ayo Wira-Wiri Wisata di Rembang

Kabupaten Rembang secara geografis berada dipegunungan Kandeng Utara dibatasi oleh sebelah utara laut Jawa, disebelah timur Kabupaten Tuban (Jawa Timur), sebelah barat Kabupaten Pati, disebelah selatang Kabupaten Glora, terletak diantara 6°30’-7°60’’ Lintang Selatan 110°00’ - 111°30’Bujur Timur. Luas Kabupaten Rembang ± 101.410 Ha sebagian wilayahnya merupakan daerah pantai yang membujur sepanjang pantai utara Pulau Jawa sekitar 60 km.
Kabupaten Rembang mempunyai potensi pariwisata yang bersifat alam maupun budaya dan tersebar, seperti Taman Rekreasi Pantai Kartini, Museum Kartini, Makam R.A Kartini, Hutan Wisata Sumber Semen, Hutan Wisata Kartini Mantingan, Anjungan Kabupaten Rembang, Makam dan Patilasan Sunan Bonang, Pantai Binangun, Bumi Perkemahan Karang sari Park, Pantai Pasir Putih Tasikharjo, Situs Piawangan, Wisata Alam Kajar, Goa Pasucen, Megalitikum Terjan, Kolam Renang Putri Duyung TRP Kartini. Dari beberapa obyek wisata tersebut yang berkembang adalah obyek wisata :
1.  Taman Kartini (Pantai Dampo Awang)
Taman Wisata Pantai Kartini adalah tempat wisata paling populer di Rembang. Suasana pantai yang nyaman, lokasi yang sangat strategis, dan fasilitas hiburan yang lengkap membuat taman ini menjadi tujuan wisata utama masyarakat dari seluruh penjuru kabupaten Rembang. Bahkan di saat kupatan, yaitu satu minggu setelah hari raya Idul Fitri, taman Kartini menjadi ‘lautan manusia’. Dalam keadaan demikian arus lalu lintas pun harus dialihkan dari jalan utama Pantura ke jalan alternative di sebelah selatan, yaitu dari pasar Penthungan (Magersari) menuju selatan melewati perempatan Galonan dan desa Ngotet serta Weton sampai di perbatasan kota Rembang sebelah timur.
Taman Kartini terletak di pusat kota Rembang, tepatnya di sebelah timur desa Tasikagung, sebelah dan belakang gedung DPRD Rembang. Dari arah manapun letak taman ini sangat mudah dijangkau, baik dengan angkutan umum maupun kendaraan pribadi. Jika Bogor identik dengan Puncak yang sangat ramai di kunjungi di saat-saat liburan, maka Rembang identik dengan Taman Kartini dari segi keramaiannya. Semenjak dibukanya Kolam Renang yang diberi nama “Kolam Renang Putri Duyung”, Taman Kartini Rembang menjadi semakin banyak dikunjungi setiap akhir pekannya,tidak hanya di saat kupatan saja.
Sebagai tujuan utama wisata, Taman Kartini dilengkapi fasilitas penunjang demi kenyamanan pengunjung. Di taman ini tersedia lahan parkir yang cukup luas, tetapi di saat kupatan, jalan raya pun mendadak menjadi parkiran karena area parkir tidak mencukupi. Taman di dalamnya pun tertata rapi di pinggir laut Jawa yang menjadi panorama utama. Di saat kupatan dapat pula dinikmati permainan-permainan yang tersedia seperti di Wonderland. Terdapat juga pasar kaget setiap tahunnya yang ditempatkan di jalan Kartini mulai dari simpang tiga bundaran depan Gedung DPRD Rembang ke selatan sampai di perempatan Jaeni (Prapatan Njaeni). Wisatawan bisa naik kapal bersama wisatawan lain atau menyewa perahu nelayan untuk pergi ke pulau-pulau kecil yang dekat dengan Rembang. Usai Lebaran, sudah menjadi tradisi masyarakat Rembang untuk mengadakan Lomban pada saat Syawalan, yaitu berlayar dengan perahu dan kapalnya beramai-ramai. Pulau-pulau kecil yang umumnya dikunjungi oleh wisatawan maupun masyarakat Rembang antara lain Pulau Gosong, Pulau Batu Karang, dan Pulau Marongan.

2.    Pantai Binangun (Bonang)

Pada dasarnya, Pantai Binangun digunakan untuk berlabuh perahu-perahu milik para nelayan setempat. Di pantai ini dibangun pelabuhan ikan. Pantai ini terletak di desa Bonang kecamatan Lasem. Sebagai tempat berlabuhnya kapal, memeng di sepanjang pantai terlihat kapal dan perahu nelayan yang datang dan pergi menurunkan ikan. Yang special dari pantai Binangun adalah posisi pantai ini menghadap matahari terbenam. Dengan demikian bagi yang sangat menyukai pemandangan sunset pasti menyukai tempat ini.Pantai yang memiliki pasir hitam dan batu-batu besar ini cukup ramai di sore hari, terutama di akhir pekan. Sering kali terlihat keluarga besar yang berlibur di tempat ini dengan membawa jajanan untuk dinikmati sambil menunggu saat matahari terbenam. Jika cuaca cerah, matahari terbenam terlihat begitu jelas di pantai ini. Di kejauhan tampak pegunungan di daerah Jepara dari pantai Binangun, sehingga saat sunset, matahari tampak tenggelam diantara pegunungan tersebut tergantung posisi melihatnya.Pengunjung tidak perlu khawatir akan kebaradaan ikan yang berlabuh, sebab tempat wisata ini terpisah dari tempat pelelangan ikan. Terdapat lapangan rumput yang cukup luas yang dapat dimanfaatkan seebagai area parkir mobil maupun sepeda motor.

3.    Pantai Caruban

Jika Bali memiliki pantai Kuta dan Sanur yang terkenal dengan pasir putih dan ombaknya yang indah, maka pantai Caruban adalah ‘Sanur’-nya Rembang. Secara fisik, pantai Caruban memang tidak jauh berbeda dari pantai Kuta maupun pantai Sanur di Bali. Yang membedakan hanya keberadaan wisatawan asing di pantai-pantai Bali sedangkan di pantai Caruban hanya dikunjungi oleh warga setempat. Pantai Caruban terletak di desa Caruban, kecamatan Lasem. Lokasinya berada di sebelah utara SMP Negeri 1 Lasem, cukup dekat dengan jalan utama jalur Pantura. Jika dari Rembang, jarak pantai ini ± 12 km ke arah timur. Untuk menuju ke pantai terhitung cukup mudah, hanya saja jalan yang dilalui masih berupa tanah berpasir yang ditumbuhi rumput. Banyaknya persimpangan di desa Caruban juga dapat menyebabkan pengunjung yang belum pernah ke pantai ini merasa bingung. Dalam kondisi air laut pasang, banyak dijumpai anak-anak dan orang dewasa yang bermain dan berenang di pantai Caruban. Pagi hari adalah saat paling ramai di pantai ini, selain sekedar bermain air atau berendam, dagi anak-anak juga tersedia ban dalam mobil untuk membantu mereka yang belum bisa berenang. Beberepa tempat penitipan untuk parkir sepeda motor juga disediakan, namun itu tidak gratis. Tetapi jika tidak ingin membayar, pengunjung kadang membawa kendaraannya ke pantai.

4.    Wanawisata Kartini Mantingan
Terletak di Mantingan, Bulu ± 20 km ke arah selatan menuju Blora, Taman Mantingan identik dengan kolam renangnya. Objek wisata ini memang menyediakan fasilitas permainan air yang paling baik di Rembang. Lokasi taman ini berada di area perhutanan, sehingga udara yang sejuk dan pepohonan yang asri dapat dijumpai disini. Bagi orang Rembang yang akrab dengan suasana pantai dan laut akan menemukan suasana yang berbeda di taman Mantingan. Kolam renang merupakan sarana andalan taman ini. Tersedia kolam renang anak-anak dan kolam renang untuk dewasa. Di akhir pekan, taman Mantingan banyak dikunjungi oleh pemuda maupun orang dewasa yang ingin berwisata air. Banyak pula orang-orang yang belajar berenang berlatih di kolam renang yang tersedia. Tidak seperti identitas kota rembang yang identik dengan laut dan garam, air di kolam-kolam taman Mantingan adalah air tawar yang besih. Dengan begitu, bagi orang yang belum pandai berenang tidak merasakan pedih di mata dan rasa pahit di mulut sampai kesulitan bernafas karena air asin. Selain wisata air, tersedia juga sarana out-bound bagi anak-anak yang ingin unjuk ketangkasan. Terdapat juga beberapa spesies burung yang dapat dilihat dari dekat karena kandang yang di desain tidak terlalu besar. Terdapat pula warung-warung yang menyediakan makanan dan minuman bagi pengunjung yang merasa lelah usai beraktivitas di kolam renang maupun out-bound.

5.    Banyu Kuwung Sudo

Bagi pecinta kegiatan memancing, tempat ini adalah tempat yang special, karena selain dapat digunakan untuk menyalurkan hobi memancing, Banyu Kuwung memiliki pemandangan yang indah juga sumber mata air yang jernih. Objek ini berlokasi di desa Sudo, kecamatan Sulang, Rembang bagian selatan. Terdapat danau yang cukup luas untuk digunakan sebagai tempat pemancingan di tempat ini. Di dekat lokasi wisata alam Banyu Kuwung juga dapat dijumpai bumi perkemahan Sudo yang pada tahun 2010 pernah memecahkan rekor sebagai kegiatan kemah dengan peserta paling banyak di Jawa Tengah. Kondisi alam di desa Sudo terbilang masih sangat alami. Banyaknya pepohonan di area tegal dan persawahan memberi kesan rindang dan hijau.

6.    Embung Lodan
Embung Lodan adalah bendungan yang dibangun di sebuah danau yang terletak di desa Lodan, kecamatan Sedan. Lokasinya memang terbilang jauh dari pusat kota, jika dari Rembang  maka harus menempuh jarak lebih dari 40 km untuk mencapai tempat tujuan. Sedangkan angkutan umum tidak ada yang mencapai desa Lodan. Itu sebabnya pengunjung Embung Lodan mayoritas warga Sedan sendiri. Banyak hal yang bisa dijumpai di Embung Lodan. Di tempat wisata ini dapat dilihat kegiatan penduduk setempat yang pulang-pergi ke pulau kecil di tengah danau untuk mengambil dedaunan pakan ternak dan menjaring ikan. Masih banyak rakit yang difungsikan sebagai alat angkut di desa Lodan. Di tepi-tepi danau pun banyak anak-anak yang menghabiskan waktunya di sore hari untuk memancing ikan. Panorama alam yang tersedia cukup menarik untuk dikunjuangi, bentangan danau dengan air yang jernih dihiasi hijaunya pepohonan yang memadati perbukitan membuat perasaan dan pikiran merasa nyaman dan terbebas dari masalah keseharian. Pemandangan tersebut dapat dinikmati dengan memandangnya di taman kecil yang dibangun di tepi bendungan ini.  

7.    Wanawisata Sumber Semen
Wanawisata Sumber Semen terletak di desa Gading, kecamatan Sale. Lokasinya sangat jauh dari pusat kota Rembang. Dari Lasem ke arah selatan sampai di Sedan, belok ke kanan, arah menuju Jatirogo dan Bojonegoro. Sebelum sampai di perbatasan Sale dan Tuban, simpang tiga ke kanan, sekitar 7 km sampailah di lokasi. Letaknya di hutan jati, suasana alam dengan suara-suara beraneka ragam serangga hutan menghiasi tempat wisata ini. Karena lokasinya yang sangat jauh, ± 50 km dari kota Rembang membuat objek wisata ini sepi pengunjung. Kemungkinan itu pula yang membuat Sumber Semen hanya tingggal sisa-sisa bangunan yang tidak terawat. Di sepanjang jalan di dalam objek tampak bekas-bekas tempat persinggahan yang sekarang, pada tahun 2010 tinggal pondasi dan tiang-tiangnya saja serta beberapa yang masih beratap. Begitu pula tempat penjualan tiket masuk, kini hanya seperti gardu pos kamling yang dipenuhi sarang laba-laba. Terdapat kolam renang yang berada persis di samping aliran sungai. Mata air pun sangat  jernih mengaliri sungai ini. Di pinggir-pinggir sisi kolam renang dihiasi patung-patung, suasananya pun sangat kental dengan nuansa alam. Tidak terawatnya kolam renang dan fasilitas-fasilitas lain di tempat wisata ini membuat kolam tampak keruh. Terlihat jelas kolam ini tidak pernah dikuras selama bertahun-tahun sehingga banyak ditumbuhi ganggang dan lumut. Kolam yang semula dipakai berenang pun kini menjadi kolam ikan.
Satu hal yang membuat objek wisata Sumber Semen banyak menarik minat wisatawan di masa lalu adalah keberadaan gua Rambut. Gua ini berukuran kecil dan disini terdapat ular yang konon menurut cerita local ular ini adalah ular mistik penunggu Gua Rambut. Tetapi pada September 2010 saat penulis mengunjungi wanawisata Sumber Semen, Gua ini kosong dan sudah ditumbuhi akar-akar pepohonan. Patung yang dulunya berdiri disamping gua ini pun sudah rubuh dan tenggelam di sungai yang mengalir di depan gua ini.
Dilihat dari sisa-sisa bangunan dan patung yang cukup banyak dijumpai di objek wisata Sumber Semen, maka dapat disimpulkan kalau dahulu tempat wisata ini sangat ramai dikunjungi wisatawan. Di saat sekarang sebenarnya bisa saja objek wisata ini dihidupkan kembali menjadi tempat wisata alam yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan perkemahan untuk mendidik generasi penerus agar mencintai alam dan peduli terhadap lingkungan.
 

Kuliner Khas Daerah Rembang

Selain memiliki tempat wisata yang beranekaragam, daerah pantura utara yaitu Rembang juga tidak kalah dengan jajanan maupun makanan yang begitu khas yang perlu dicoba. perlu mencoba keDahsyatan rasanya.....

1. Lontong Tuyuhan


Sesuai dengan namanya, masakan yang ditawarkan di sini adalah Lontong yang disajikan dengan opor ayam kampung. Lontong, masakan dari beras yang dibungkus menggunakan daun pisang ini terkenal dengan bentuknya yang lonjong, namun di Tuyuhan, lontong dibuat berbentuk segi tiga. Teksturnya yang lembut dan kenyal membuat lontong terasa berbeda dengan nasi yang cenderung lebih keras. Begitu pula dengan kuah opor yang memiliki aroma khas dengan rasa pedas kesukaan kebanyakan orang Rembang. Di lokasi ini juga menyediakan berbagai minuman seperti es campur, es degan, es teh, ataupun the botoldan beberapa jenis minuman bersoda. Selain dapat menikmati masakan, mata juga dimanjakan oleh pemandangan gunung Bugel yang terletak tidak jauh dari lokasi wisata kuliner ini.Suasana pedesaan masih sangat terasa di Lontong Tuyuhan. Lokasi ini dikelilingi area persawahan, namun di musim kemarau akan berubah fungsi menjadi ladang tebu yang sangat luas. Walaupun bearada di area yang sepi dari pemukiman penduduk, Lontong Tuyuhan tidak pernah sepi pengunjung karena terletak di jalan utama yang menghubungkan Lasem dan Japerejo (Pamotan) dan jalur ke arah Gunem dan Sulang, sehingga menjadi tempat persinggahan yang menarik bagi yang melewatinya.

2. Sate Serepeh

Selain lontong tuyuhan, Rembang juga memiliki masakan khas yang dimungkinkan belum banyak ditemukan di daerah lainnya, yakni sate serepeh yang biasanya dipadukan dengan menu masakan lontong tahu atau nasi tahu. 
Masyarakat Rembang biasa menikmati sate serepeh ini untuk menu sarapan pagi, sehingga untuk mendapatkan sate sarepeh pada siang hari sulit didapat, meskipun harus keliling kota Rembang. Namun, anda tidak perlu berkecil hati tak bisa datang ke Rembang pada pagi hari, karena ada pedagang sate serepeh yang menjajakkan menu masakan khas ini pada malam hari di Jalan Sutomo, Kota Rembang. Harga satu porsi cukup Rp5.000 anda akan mendapatkan 12 tusuk sate serepeh yang merupakan sate ayam. Bedanya, sate serepeh dibentuk pipih, sehingga konon karena bentuknya yang pipih itu mengilhami masyarakat untuk menyebutnya sebagai sate sarepeh. Jangan beranggapan, sate sarepeh dari Rembang ini melalui proses pembakaran seperti layaknya sate ayam maupun kambing yang dijajakkan di berbagai daerah. Cara memasak sate serepeh katanya dikukus bersama bumbu yang disiapkan. Sedangkan penyajiannya sate tersebut diberikan kuah santan kental yang berwarna gak kuning hasil pencampuran cabe dengan sejumlah bumbu yang memang menjadi rahasia dapur masing-masing pedagang. Rasa sate ini cukup khas dan tidak bisa dibandingkan dengan sate yang selama ini dijajakan di berbagai daerah. Membicarakan makanan khas Rembang memang tak akan berakhir, karena masih banyak dan mungkin belum setenar satu serepeh, lontong tuyuhan, dan sayur bumbu merica.

3. Sayur Merica

Sebagian besar warga di wilayah Keresidenan Pati mungkin sudah dengar sayur bumbu merica khas Rembang. Bahan yang dipakai, yakni dari ikan laut segar dengan bumbu cabe, merica, bawang merah, bawang putih, kunyit, garam dan air. Meskipun cara memasaknya cukup sederhan dan bahan yang digunakan juga mudah didapat, masyarakat luar Kota Rembang tetap antusias merasakan masakan bumbu merica dengan menyempatkan diri mampir ke warung yang biasa menyediakan masakan tersebut. Ikan yang biasa digunakan merupakan ikan jenis manyung karena sensasi pedas dari resep masakan tersebut bisa dinikmati dengan sempurna. Bagian ikan yang biasa dipakai merupakan bagian kepala karena memberikan kepuasan tersendiri bagi penikmatnya. Warung makan yang memang khusus menyediakan masakan mrica ada di dekat Klenteng Mak Co yang berada di Desa Tasikagung, Rembang. Setelah lelah melakukan perjalanan jauh dan perut terasa lapar, tidak salah jika menyempatkan diri mampir sejenak ke warung makan yang memang tertulis di depannya “Merica”. Sepintas, ukuran warung tersebut tidak terlalu luas dan kurang menjanjikan bisa menyajikan masakan yang bener nikmat. Setelah anda memesan dan merasakan masakan sayur bumbu merica, dipastikan akan ketagihan. Meskipun warung makan tersebut berukuran kecil, menu masakan khas ikan laut tersedia lengkap, sehingga bisa menjadi oleh-oleh keluarga di rumah.
Semakin banyaknya peminat sayur bumbu merica, sejumlah warung yang memang menyediakan masakan khas Rembang mulai bermunculan di beberapa daerah di Rembang. Harga yang ditawarkan juga bermacam-macam sesuai ukuran ikan yang digunakannya. Tetapi dengan merogoh kocek sebesar Rp7.000, sudah bisa menikmati menu masakan bumbu merica untuk satu porsinya lengkap dengan minuman es teh manis.
 
4. Garam
Kota Rembang pantas disebut sebagai Kota Garam karena produksi garam per tahunnya cukup melimpah. Bahkan, produksi garam lokal mampu mencukupi kebutuhan bahan baku garam industri empat perusahaan garam konsumsi lokal sekitar 22.820 ton/tahun. Namun, produksinya 2010 sedikit turun menjadi 20.000 ton, menyusul cuaca buruk yang sering kali terjadi. Kapasitas produksi garam di Rembang masih bisa ditingkatkan, mengingat tingkat produksi tahun 2009 bisa mencapai 145.733 ton. Sepanjang jalan Juwana-Rembang, pertanian garam bisa dilihat yang membentuk hamparan luas berbentuk segi empat yang dilengkapi alat untuk mengambil air yang akan diolah menjadi garam. Adapun luas tambak garam di Kabupaten Rembang sebesar 1465,14 hektare dengan tingkat produksi rata-rata per tahun sebesar 99 ton per hektare. Sedangkan jumlah petani garam mencapai 700-an petani yang tersebar di Kecamatan Rembang, Lasem, Kaliori, Sarang, Sluke, dan Kragan.
 
5. Minuman Sirup Kawis
Buah kawis berbentuk bulat dan bertempurung ini, memiliki berbiji dalam jumlah yang cukup banyak, seperti buah srikaya. Daging buahnya berwarna coklat kehitam-hitaman, dengan aroma buahnya sangat khas rasa manis asem. Ciri utama tanaman ini berdaun kecil-kecil seperti asam keranji, yang berduri. Buahnya memiliki tekstur berkerut dengan warna kulit dan buahnya berwarna coklat keabu-abuan dan isinya berbulir warna hitam kecoklatan, tetapi tidak bersekat seperti jeruk. Buah yang memiliki nama latin `limonia acidissima synferonia` ini, juga memiliki aroma khas dan memang cukup banyak dijumpai di kabupaten ini sebagai daerah berkapur. 

Bila anda ingin merasakan rasa buah kawis secara langsung dapat dimakan dengan campuran gula pasir dan air. Masyarakat sering menjajakan buah kawis dalam bentuk sirup yang dikemas dengan botol, sehingga cocok dijadikan oleh-oleh untuk teman atau kerabat karena sirup kawis jarang dijumpai di daerah lainnya. Sirup kawis juga disebut ”The Java Cola” atau cola dari Jawa sebagai salah satu “trade mark” Rembang yang juga terkenal dengan sebutan kota garam. Untuk mendapatkan satu botol sirup kawis, anda cukup merogoh kocek sebesar Rp17.000 untuk ukuran 620 mililiter atau menginginkan kemasan yang lebih besar dengan harga berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu lebih sesuai ukuran beratnya.
 
6. Siwalan


Sebagian wilayah Kabupaten Rembang termasuk kawasan pegunungan kapur, sehingga tumbuh subur pohon siwalan di sejumlah daerah, sehingga produksi buah siwalan dan air nira atau dikenal legen cukup melimpah. Untuk mendapatkan buah legen yang tumbuh subur di daerah kapur tersebut, anda cukup datang ke Desa Landoh, Kecamatan Sulang, dengan jarak tempuh dari Kota Rembang ke arah Blora sekitar delapan kilometer.

Di sepanjang jalan banyak dijumpai pedagang yang menjajakkan minuman khas legen beserta buah siwalan dengan harga yang cukup murah. Cara penyimpanan legen tersebut juga cuku khas dengan menggunakan bambu. Minuman yang disadap dari tangkur buah siwalan ini biasanya disajikan dengan es batu sebagai pelepas dahaga. Anda juga bisa meminumnya dengan ditemani makanan ringan atau aneka makanan gorengan. Selain menyegarkan, ternyata ditemukan beberapa fakta bahwa legen bisa membantu kesehatan fungsi ginjal. Jenis minuman yang diambil dari tangkur buah siwalan ini juga cocok dijadikan pelepas dahaga setelah menjalani ibadah puasa. Minuman ini juga bisa dikombinasikan dengan potongan buah siwalan yang disajikan dengan es batu seperti layaknya es kelapa muda.

6. Lain-lainya
Sejumlah makanan khas tersebut, meliputi mangut ikan laut segar yang dipanggang dengan bumbu-bumbu cabe hijau, bawang merah, bawang putih, garam dan santan kental. Beriktunya pindang tempe dengan bumbu-bumbu cabe, bawang merah, bawang putih, asam (tomat) garam dan air. Biasanya ditambahkan juga ikan pindang.

Masyarakat Rembang juga memiliki menu petes bumbon yang terbuat dari bahan-bahan petis ikan/udang, telur rebus/ceplok langsung dengan bumbu cabe, bawang putih, bawang merah, kunci, lengkuas, daun jeruk purut, garam dan ditambah santan kental.

Untuk makanan ringan, juga ada yang dikenal dengan dumbeg yang terbuat dari tepung beras, gula pasir/gula aren dan ditambahkan garam, air pohon nira (legen), dan kalau suka ditaburi buah nangka/kelapa muda yang dipotong sebesar dadu. 

Kemudian tempatnya dari daun lontar (pohon nira) berbentuk kerucut dengan bau yang khas. 

Saterdag 06 April 2013

History of Rembang



Kabupaten Rembang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Rembang. Kabupaten ini berbatasan dengan Teluk Rembang (Laut Jawa) di utara, Kabupaten Tuban (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Blora di selatan, serta Kabupaten Pati di barat.
Makam pahlawan pergerakan emansipasi wanita Indonesia, R. A. Kartini, terdapat di Kabupaten Rembang, yakni di jalur Rembang-Blora (Mantingan).

Asal Usul Nama Rembang?
Sumber lain tentang Rembang dapat diambil dari sebuah manuskrip/tulisan tidak di terbitkan oleh Mbah Guru. Di sebutkan antara lain: “…kira-kira tahun Syaka 1336 ada orang Campa Banjarmlati berjumlah delapam keluarga yang pandai membuat gula tebu ketika ada di negaranya…”Orang-orang tadi pindah untuk membuat gula merah yang tidak dapat di patahkan itu.Berangkatnya melalui lautan menuju arah barat hingga mendarat di sekitar sungai yang pinggir dan kanan kirinya tumbuh tak teratur pohon bakau. Kepindahannya itu di pimpin oleh kakek Pow Ie Din; setelah mendarat kamudian mengadakan do’a dan semedi, kemudian di mulai menebang pohon bakau tadi yang kemudian di teruskan oleh orang-orang lainnya.
Tanah lapang itu kemudian di buat tegalan dan pekarangan serta perumahan yang selanjutnya menjadi perkampungan itu dinamakan kampung : KABONGAN; mengambil kata dari sebutan pohon bakau, menjadi Ka-bonga-an (Kabongan),…. Pada suatu hari saat fajar menyingsing di bulan Waisaka; orang-orang akan mulai ngrembang (mbabat,Ind : memangkas) tebu. Sebelum di mulai mbabat diadakan upacara suci Sembayang dan semedi di tempat tebu serumpun yang akan dikepras/di pangkas dua pohon, untuk tebu “Penganten”.Upacara pengeprasan itu dinamakan “ngRembang”, sampai di jadikan nama Kota Rembang hingga saat ini.”Menurut Mbah Guru, upacara ngRembang sakawit ini dilaksanakan pada hari Rabu Legi, saat di nyanyikan Kidung, Minggu Kasadha. Bulan Waisaka, Tahun Saka 1337 dengan Candra Sengkala : Sabda Tiga Wedha Isyara.

Sumber: Buku “Menggali Warisan Sejarah Kab. Rembang” Kerjasama Kantor Departemen Pariwisata dengan Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim Undip Semarang Tahun 2003 


RADEN PANJI SINGOPATOKO
(KYAI ABDUL ROHMAN)

(Asal-usul Desa Gedug, Karangasem, Ngatoko, Telogo, Tapaan, Kasingan)

Pada tahun 1440-1490 Kadipaten Lasem diperintahkan oleh Prabu Santi Puspo. Prabu Santi Puspo anak Prabu Santi Bodro. Prabu Santi Bodro anak Prabu Bodro Nolo dengan Puteri Cempo. Prabu Bodro Nolo anak Prabu Wijoyo Bodro. Prabu Wijoyo Bodro anak Prabu Bodro Wardono. Prabu Bodro Wardono anak Dewi Indu/ Dewi Purnomo Wulan/ Prabu Puteri Maharani dengan Rajasa Wardana. Dewi Indu adalah saudara sepupu Prabu Hayam Wuruk Wilotikto. Dewi Indu pernah menjadi ratu di Kadipaten Lasem. Jadi Prabu Santi Puspo masih keturunan raja-raja Majapahit.

Pada masa pemerintahan Prabu Santi Puspo, Kadipaten Lasem mencapai keadilan dan kemakmuran. Rakyat hidup serba kecukupan tidak kurang suatu apapun. Prabu Santi Puspo seorang dermawan, suka memberi pertolongan kepada yang membutuhkan. Pada suatu saat Prabu Santi Puspo berangan-angan ingin memperluas wilayah kadipatennya. Keinginan beliau sangat kuat, maka dipanggillah Raden Panji Singopatoko untuk melaksanakan tugas membuka hutan atau babat alas di sebelah selatan Desa Kabongan terus ke selatan.

Pada hari yang ditentukan, berangkatlah Raden Panji Singopatoko melaksanakan tugas. Raden Panji Singopatoko dibantu beberapa orang pilihan yang loyal kepada pemerintah Kadipaten Lasem dan didampingi oleh dua orang prajurit yaitu Ki Suro Gino dan Ki Suro Gendogo. Rombongan dibagi menjadi dua kelompok. Sebelah barat dipimpin oleh Ki Suro Gino, sedang sebelah timur oleh Ki Suro Gendogo.

Ketika mereka mulai membuka hutan, banyak sekali rintangan diantaranya adalah gangguan yang dibuat oleh orang-orang yang tidak senang kepada pemerintah Prabu Santi Puspo. Banyak prajurit yang terserang penyakit. Gangguan itu juga datang dari binatang buas dan hewan berbisa. Gangguan dan rintangan itu dihadapi oleh Raden Panji Singipatoko dan prajurit-prajuritnya yang dipimpin Ki Suro Gino dan Ki Suro Gendogo dengan tabah serta tekad dan semangat yang menyala-nyala, meski banyak yang menjadi korban. Akhirnya semua rintangan dapat diatasi dan pekerjaan terselesaikan dengan memuaskan. Hutan yang dibuka itu menjadi desa yang sekarang disebut Desa Kunir dan Desa Sulang.

Raden Panji Singopatoko beserta rombongan meneruskan tugasnya membuka hutan lagi, dari Sulang menuju ke barat daya. Dalam perjalanannya itu Raden Panji pun telah siap siaga untuk menyerang dan membunuh harimau itu. Keduanya terlibat dalam pergumulan yang seru. Raden Panji Singopatoko tidak mau surut walau selangkah, terus maju pantang menyerah. Raden Panji Singopatoko adalah seorang yang sakti mandraguna. Akhirnya harimau itu lari dan tidak berhasil dibunuh oleh Raden Panji beserta teman-temannya.
Raden panji Singopatoko beserta rombongannya merasa sangat lelah setelah bertempur melawan harimau. Kemudian mereka beristirahat dan membuat rumah untuk tempat peristirahatan. Di sela-sela istirahatnya, Raden Panji berfikir memikirkan pelaksanaan tugasnya itu. Sebenarnya beliau merasa belum dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, beliau kecewa. Karena sebagai orang yang dipercaya oleh Prabu Santi Puspo untuk menjadi pemimpin atau' "gegedug" (istilah zaman kerajaan) mestinya harus dapat menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi. 
Sudah menjadi kebiasaan orang-orang zaman dahulu apabila menghadapi atau mengalami suatu masalah atau kejadian yang mengesankan dan penting, maka diabadikan dengan suatu simbul atau ditengarai dengan tanda-tanda yang dapat dikenang sepanjang masa. Oleh karena itu, untuk mengenang apa yang sedang dipikirkan oleh Raden Panji Singopatoko itu, beliau berkata, "Besuk kalau ada ramainya zaman dan tempat ini menjadi desa, aku beri nama Desa "Gedug". Maka jadilah desa itu disebut Desa Gedug, sekarang disebut Desa Sumbermulyo. Setelah beberapa saat mereka beristirahat, lalu mereka melanjutkan perjalanan ke selatan untuk membuka hutan. Pengalaman membuka hutan yang kemarin ternyata terulang disini. Banyak rintangan dan gangguan yang dihadapi. Diantara mereka ada yang meninggal karena terserang penyakit. Ada yang digigit binatang buas atau binatang berbisa.

Raden Panji Singopatoko beserta rombongan bekerja dengan giat membuka hutan. Setelah lama bekerja, mereka merasa lelah, lalu beristirahat di bawah pohon asam yang besar. Ketika badan mereka sudah terasa segar, dan hilang kelelahannya serta tenaga mereka telah pulih kembali. Raden Panji bangkit sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu beliau berkata, " Karena setelah kita beristirahat di tempat ini badan kita terasa segar sekali dan disini tumbuh banyak pohon asam, maka kalau besuk ada ramainya zaman, dan tempat ini menjadi desa aku beri nama Desa Karangasem."

Dari Karangasem, Raden Panji Singopatoko melanjutkan tugasnya membuka hutan ke arah tenggara di sebuah hutan yang masih banyak harimaunya. Pada suatu hari, Ki Suro Gendogo menemukan goa yang cukup dalam. Di atas goa ada seekor harimau betina. Ketika Ki Suro Gendogo mendekati goa, harimau itu diam saja, tidak menyerang dan juga tidak pergi. Ki Suro Gendogo lalu berfikir dan berkata dalam hati,
"Ada apa dengan harimau ini?".

Lalu Ki Suro Gendogo melihat ke dalam goa. Ternyata di dalam goa ada seekor anak harimau yang jatuh ke dalam goa dan tidak dapat naik. Ki Suro Gendogo berkata kepada harimau betina yang ada diatas goa itu, "Aku mau menolong anakmu, tetapi anakmu aku minta dan akan aku pelihara dengan baik." Akhirnya anak harimau itu diambil oleh Ki Suro Gendogo. Oleh karena itu Ki Suro Gendogo menjadi terkenal kemana-mana karena memelihara anak harimau itu. Setiap hari Jum'at, induk harimau itu datang ke rumah Ki Suro Gendogo untuk memberi makan anaknya. Pagi harinya pasti di luar rumah ada hewan yang mati, misalnya kijang, kera dan sebagainya, karena dimangsa induk harimau itu. Desa tempat Ki Suro Gendogo itu menjadi daerah yang ramai tumbuh menjadi pedukuhan, dan oleh Raden Panji Singopatoko diberi nama Dukuh Ngatoko.

Setiap ada orang yang berniat jahat di Dukuh Ngatoko, tiba-tiba didatangi seekor harimau. Sehingga niat jahatnya gagal. Setiap Raden Panji Singopatoko memberi bimbingan dan nasehat serta tuntunan kepada Panji Singopatoko, sehingga penduduk Ngatoko taat dan setia kepada Raden Panji Singopatoko. Di bawah pimpinan Raden Panji, penduduk Ngatoko hidup dengan aman, damai, tentram, dan sejahtera atas berkah Allah SWT. 

Raden Panji Singopatoko juga tidak lupa mengajak rakyatnya untuk menjalankan ajaran Agama Islam. Ki Suro Gendogo dan Ki Suro Gino tinggal di Dukuh Ngatoko. Ki Suro Gendogo di Ngatoko Timur, sedang Ki Suro Gino tinggal di Ngatoko Barat. Demikianlah kehidupan masyarakat Ngatoko terus berjalan dengan tentram dan damai. Dan Raden Panji Singopatoko akhirnya menjadi Kyai Ageng Ngatoko dan terkenal dengan sebutan KYAI ABDUL RAHMAN

Pada suatu saat Raden Panji Singopatoko menginginkan suatu kehidupan yang lebih tentram. Sejalan dengan usianya yang sudah mulai udzur, beliau ingin mengurangi keterlibatannya dalam hiruk pikuknya kehidupan duniawi ini. Beliau ingin bertapa di atas gunung atau punthuk di dekat mata air atau telaga, guna merenungi dan tafakur tentang hakekat hidup dan kehidupan serta lebih bertaqqarub kepada Allah SWT.


Di sekitar tempat Kyai Abdul Rahman bertapa, sekarang menjadi perkampungan yang ramai, banyak orang yang bermukim di sini. Oleh Raden Panji Singopatoko atau Kyai Abdul Rahman, kawasan itu diberi nama Dukuh Telogo yang sekarang masuk di wilayah Desa Karangasem, Kecamatan Bulu. Di dekat tempat pertapaan itu dibangun sebuah masjid lengkap dengan kolahnya. Sampai sekarang bekas kolah tersebut masih dapat dilihat berupa batu merah yang masih tersusun dengan baik. Daerah ini tidak pernah kekurangan air karena ada telaga yang bagus sumbernya, bahkan sumber air telaga ini disalurkan dengan pipa besar untuk memenuhi kebutuhan penduduk Desa Telogo dan Karangasem.

Prabu Santi Puspo (Adipati Lasem), merasa berhutang budi kepada Raden Panji Singopatoko, karena berkat perjuangan Raden Panji Singopatoko wilayah Kadipaten Lasem bertambah luas, dan keadaannya aman dan tentram. Sebagai balas budi Prabu Santi Puspo atas jasa-jasa raden Panji Singopatoko beliau ingin mengambil Raden Panji Singopatoko sebagai adik iparnya. Raden Panji dinikahkan dengan adik Prabu Santi Puspo yang bernama Dewi Sulanjari. Maka dipanggillah Raden Singopatoko menghadap Sang Prabu.

Setelah Raden Panji menghadap Sang Prabu, maka Sang Prabu menyampaikan maksudnya. Raden Panji tidak dapat berbuat apa-apa dihadapan Sang Prabu. Kecuali hanya menerima saja tawaran Sang Prabu. Akhirnya Raden Panji Singopatoko menikah dengan adik Prabu Santi Puspo yaitu Dewi Sulanjari. Pernikahannya dilaksanakan di rumah Raden Panji Singopatoko di Desa Gedug (Sumbermulyo). Pada tahun 1472 Raden Panji Singopatoko dipanggil lagi oleh Prabu Santi Puspo untuk menerima tugas baru yaitu membuka hutan di sebelah barat daya Dukuh Kabongan. Raden Panji Singopatoko segera melaksanakan tugasnya tersebut dan dibantu para prajurit yang lain.

Berbulan-bulan lamanya Raden Panji Singopatoko membuka hutan ini. Akhirnya berhasil dibuka dan tumbuh menjadi sebuah desa. Oleh Raden Panji Singopatoko diberi nama Desa Kasingan. Raden Panji Singopatoko memang seorang pemimpin yang arif bijaksana. Beliau mencintai masyarakatnya, demikian juga masyarakatnya mencintai dan mentaati pemimpinnya. Rakyat hidup rukun, damai, tentram dan sejahtera. Atas pembinaan dan kepemimpinan Raden Panji Singopatoko, rakyat yang tinggal di daerah-daerah yang telah dibuka oleh Raden Panji Singopatoko dapat disatukan yang jumlahnya mencapai seribu orang. Oleh karena Raden Panji Singopatoko dapat mempersatukan orang-orang lebih dari seribu maka beliau dianugerahi oleh Prabu Santi Puspo, Adipati Lasem jabatan sebagai penewu pada tahun 1485.

Pada tahun 1492 Raden Panji Singopatoko alias Kyai Ageng Ngatoko alias Kyai Abdul Rahman, wafat. Sebelum wafat, beliau telah berpesan kepada keluarganya, kalau beliau meninggal supaya dimakamkan didekat masjid atau Tapakan Telogo Desa Karangasem yaitu Punthuk dekat Desa Watu Lintang, sebelah barat daya Goa Watu Gilang.

Setelah Raden Panji Singopatoko wafat, jabatan Penewu digantikan oleh putera beliau yang bernama Raden Panji Singonagoro. Sebagai penghargaan dan penghormatan masyarakat Dukuh Telogo dan masyarakat Desa Karangasem kepada Raden Panji Singopatoko alias Kyai Abdul Rahman, setiap tanggal 12 Bakda Maulud masyarakat menyelenggarakan peringatan wafat beliau atau haul bertempat di makam Kyai abdul Rahman di Tapaan Dukuh Telogo Desa Karangasem.

Kawista ... Minuman khas rembang


 Trubus-Gelembung-gelembung kecil segera muncul saat minuman berwarna cokelat bening itu dituang ke gelas. Sensasi rasa yang menggigit di lidah, langsung tercecap waktu ia masuk ke rongga mulut.  Bukan, minuman itu bukan kola berkarbonasi. Itu sirup kawista asal Rembang, Jawa Tengah.
Sirup itu Trubus nikmati di siang hari yang panas pada akhir Mei 2010 di kediaman Imam Tohari. Segarnya segelas sirup kawista yang dicampur es batu melenyapkan dahaga seketika. Sensasi yang terasa menggigit di lidah berlanjut ke tenggorokan. Lalu beberapa detik kemudian terasa ada gas menelusup ke hidung. Sensasi itu mirip saat meneguk minuman kola berkarbonasi.


Sirup dari buah kawista Limonia acidissima memang serupa dengan  minuman asal buah kola Cola nitida. Bedanya kola berkarbonasi diolah dari buah kola yang banyak tumbuh di daratan Afrika. Kawista tumbuh di tanah air, terutama Pulau Jawa. Pantas sirup kawista kerap dijuluki java cola, atau cola van Java  alias kola dari Jawa. ‘Rasa menggigit pada minuman kola dan kawista  kemungkinan muncul dari senyawa berbentuk kristal yang berubah menjadi gas CO2 saat diolah,’ kata Dr Ir Raffi Paramawati, ahli teknologi pangan dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong, Tangerang, Banten.

Awet setahun
Kristal itu  berupa senyawa komplek yang sifatnya menyerupai asam karbonat sehingga menyebabkan munculnya gelembung udara saat minuman dituang.  Sayangnya, minuman kola asli sudah jarang dijumpai di pasaran. Kebanyakan minuman kola yang beredar menggunakan perisa kola sintetis dan sudah melalui proses karbonasi di pabrik. ‘Proses karbonasi dilakukan dengan melarutkan gas CO2 ke dalam air sehingga membentuk asam karbonat H2CO3 atau soda,’ tutur Dr Ir Sri Widowati MappSc, dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor, Jawa Barat.
Dengan begitu minuman rasa kola bisa diproduksi massal sehingga mudah dijumpai di pasaran. Itu berbeda dengan sirup kawista yang hanya banyak dijumpai di Rembang. Rembang memang sohor sebagai sentra kawista sejak puluhan tahun lalu. Pohon berumur puluhan tahun tumbuh di pekarangan penduduk di Kecamatan Lasem, Sumberejo, dan Paciran. ‘Diperkirakan saat ini ada 1.000 pohon kawista tersebar di Rembang,’ tutur Suratmin, sekretaris Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Rembang. Kerabat jeruk itu panen raya pada Februari – April.

Kawista itu berbeda dengan kawista Feronia lucida yang biasa digunakan untuk bakalan bonsai. Masyarakat menyebutnya kawista kerikil karena buahnya hanya sebesar kerikil. Sedangkan buah kawista Limonia acidissima disebut kawista batu.

Penduduk Rembang kerap mengkonsumsi buah segarnya dengan taburan gula. Cara lain diolah menjadi sirup sehingga awet. Minuman khas itu dibuat dengan merebus daging buah kawista bersama air. Air rebusan disaring dengan kain halus agar sari buah dan seratnya terpisah. Kemudian sari buah diendapkan selama 24 jam dalam wadah tertutup.

Setelah mengendap, air di lapisan atas dipisahkan dari endapan dan ditambah pengental. Setelah didiamkan selama 12 jam, air sari itu direbus sekaligus ditambahkan gula pasir. Perbandingannya 1 liter sari kawista : 700 g gula. Setelah mendidih, sari kawista disaring kembali dan dimasukkan ke dalam botol.  ‘Agar awet selama setahun, bisa ditambahkan pengawet makanan natrium benzoat sebanyak 1 sendok teh untuk 1 liter sirup,’ kata Imam Tohari, produsen sirup kawista.